MENGUBAH PENDIDIKAN INDONESIA LEWAT ONLINE LEARNING

Peleburan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam semua aspek kehidupan dan dampaknya dalam mengubah sifat interaksi sosial bukanlah fenomena baru. Ketika dipasangkan dengan factor pendorong lain, seperti pandemi Covid-19 yang memaksa banyak negara untuk mengimplementasikan peraturan social distancing yang ketat dengan menutup kantor dan sekolah, sekarang kita masuk ke era baru yang mengeksploitasi TIK sepenuhnya agar dunia terus berjalan dan kita tetap bertahan.
Selama satu tahun terakhir kita telah menyaksikan siswa dari jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi menggunakan laptop dan smartphone untuk mengakses konten online learning ketika kampus dan sekolah tutup. Lebih dari 60 institusi pendidikan tinggi di Indonesia mengadakan online learning dengan mengeksploitasi platform pendidikan jarak jauh.
Saat generasi muda penggemar teknologi termasuk anak-anak terlihat lebih cepat beradaptasi dengan online learning, kita semakin diyakinkan bahwa sistem pendidikan tidak akan menjadi sama lagi setelah pandemi berakhir. Pertanyaannya, apakah sistem belajar yang seperti ini menguntungkan komunitas?
Online learning awalnya dianggap sebagai alternatif yang lebih murah dan fleksibel bagi negara berkembang untuk menambah angka siswa yang memiliki akses pendidikan penuh dan menutup jurang pemisah antara siswa di desa dan di kota. Tetapi, negara berkembang diperhadapkan dengan berbagai tantangan dalam mengimplementasi online learning, seperti buruknya infrastruktur jaringan TIK, kurangnya konten berkualitas, dan kurangnya kompetensi dari orang-orang yang berinteraksi dengan sistem e-learning.
Indonesia ada di posisi unik untuk mengeksploitasi munculnya online learning. Lebih dari 171 juta atau 69% orang Indonesia terkoneksi ke worldwide web dengan tingkat penetrasi internet sebanyak 63,5% di tahun 2019 sesuai dengan survei yang diadakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), lebih tinggi dari rata-rata negara Asia lainnya.
Tetapi, kebanyakan pengguna internet Indonesia bergantung pada jaringan seluler berkapasitas terbatas dan mahal, daripada jaringan broadband yang bisa dengan mudah memenuhi kebutuhan online learning yang membutuhkan pertukaran data besar, terutama saat video conference.
Tetapi dengan adanya jaringan seluler yang berkembang pesat dalam dekade terakhir, jaringan 4G Indonesia di awal 2019 sudah menjangkau lebih dari 76% pedesaan. Sebagai perbandingan, penetrasi dari jaringan broadband telepon biasa masih di bawah 10% dalam skala nasional.
Penyediaan online learning yang layak tidak hanya menjadi tantangan bagi negara berkembang. Dunia maju, terutama yang berwilayah luas dan terdapat populasi cukup besar di daerah pedesaan, menghadapi kesulitan yang sama.
Australia, negara tetangga kita, memiliki sejarah panjang dalam pendidikan jarak jauh. Hampir 29% dari populasinya tinggal di daerah terpencil dan membutuhkan akses ke infrastruktur yang layak dan juga memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih buruk dari orang yang tinggal di perkotaan, yang memaksa banyak pemuda dari desa pindah ke kota besar untuk pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.
Australia sudah menyusun berbagai metode untuk menyampaikan pendidikan ke siswa di pedesaan. Dimulai dengan metode berbasis kertas, yang sangat bergantung pada jasa pengiriman, lalu beralih ke metode berbasis elektronik, seperti computer, email dan fax, juga satelit radio yang mengirimkan transmisi audio dua arah dan video satu arah.
Munculnya komunikasi digital, dengan perkembangan infrastruktur TIK, telah mengubah bukan hanya pelaksanaan pendidikan jarak jauh, tetapi juga mendorong perubahan sosial yang signifikan. Komunitas pedesaan australia sedang menyaksikan adanya kinerja otak yang melambat, Online learning telah memberikan manfaat bagi para siswa yang berada jauh dari lokasi institusi pendidikan. Hal tersebut membuat siswa tetap berada di daerah asal mereka, sehingga mereka pun tetap dapat memberikan kontribusi kepada komunitas mereka. Sementara pendaftaran online learning telah meningkat lebih dari 40 persen dalam beberapa tahun terakhir, 20 persen penduduk pedesaan Australia telah memilih untuk meningkatkan kualifikasi atau memulai karir di daerah mereka sambil belajar.
Online learning juga telah mengubah tatanan pendidikan tinggi di Australia. Kemudahan dalam mengakses konten pembelajaran, fleksibilitas bagi para siswa, serta pandangan tentang biaya yang lebih terjangkau telah menghasilkan peningkatan permintaan untuk kursus serta terbukanya penawaran di beberapa universitas.
Belajar dari pengalaman yang di dapatkan oleh Australia, kita dapat memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya di Indonesia, jika berhasil dalam memanfaatkan kesempatan yang terjadi akibat dampak pandemi COVID-19 untuk meningkatkan dan mengejar ketinggalan dalam sektor pendidikan.
Kita dapat membayangkan bahwa online learning dapat membuka kesempatan para guru di Indonesia yang berada di kota–kota besar untuk mengajar siswa yang berada di daerah pedesaan, dan juga menyediakan pelatihan peningkatan kualitas para guru yang berada di sekolah terpencil. Dosen universitas dengan peringkat atas dapat membagikan keahlian dan pengetahuannya kepada mahasiswa yang berada di luar pulau Jawa. Online learning juga dapat memfasilitasi setiap orang dalam berkontribusi untuk meningkatkan sektor pendidikan dengan cara saling berbagi pengetahuan satu sama lain.
Kita dapat mengharapkan dampak singkat dimana para siswa Indonesia yang berada di daerah pedesaan untuk tidak lagi perlu pergi ke kota besar, sehingga masyarakat pedesaan dapat mempertahankan bakat mereka untuk membangun desa. Dan dampak yang dapat dihasilkan dalam jangka waktu yang panjang adalah peningkatan yang sangat besar di bagian sosial dan ekonomi, terutama dalam membantu usaha pemerintah dalam pemerataan pembangunan daerah.
Dalam sisi infrastruktur, Indonesia tidak terlalu jauh berbeda dengan Australia, yang mulai serius dalam pengembangan jaringan broadband skala nasional pada tahun 2009. Tahun lalu, Indonesia telah menyelesaikan Proyek Broadband Palapa Ring, yang pertama kali dimulai pada tahun 2007, yang menghubungkan 514 kota dengan jaringan fiber–optic untuk memberikan keuntungan bagi negara dalam pembelajaran jarak jauh.
Masa tutupnya sekolah seharusnya dimanfaatkan oleh semua pemegang kepentingan di sektor pendidikan agar dapat beradaptasi dengan ekosistem e-learning dan menemukan formula terbaik dalam pengembangan dan penyampaian konten pendidikan.
***
Harto, R. B. (2020, May 21). Transforming Indonesia’s education through online learning. The Jakarta Post.